PPC Iklan Blogger Indonesia

Kamis, 27 Desember 2012

mengatasi malas belajar



Seorang anak kehilangan motivasi saat mereka takut dengan kegagalan, jadi hal ini yang membuat anak urung melakukan sesuatu dengan alasan ingin menghindari kegagalan. Sebagai orangtua, Anda harus selalu berusaha untuk memotivasi anak-anak Anda, dan ketika Anda merasakan bahwa mereka sedang dalam fase malas, maka cobalah untuk mencari tahu sumber-sumber motivasi mereka.
Anda akan diberikan beberapa tips cara mengatasi anak malas belajar, berikut adalah pemaparan selengkapnya:
1. Cari tahu Penyebabnya.
Penyebab paling umum dari kemalasan adalah karena kurangnya kepercayaan diri pada anak Anda. Faktor lainnya adalah adanya rasa rendah diri yang tertanam pada jiwa si anak. Beberapa orang tua cenderung salah menduga penyebab kemalasan anak, seperti halnya tuduhan bahwa si anak telah melakukan hal-hal yang tidak wajar, seperti penyalahgunaan alkohol atau penyalahgunaan narkoba. Sementara penyalahgunaan zat dapat dianggap penyebab, hanya penyebab sekunder. Penyebab utama biasanya lebih berakar, kurangnya rasa percaya diri atau harga diri, yang dapat diperburuk oleh faktor-faktor seperti depresi dan kecemasan.

2. Menangani masalah-masalah kepercayaan diri. 
Ada banyak cara untuk memotivasi anak-anak. Tak perlu dikatakan, anak dengan harga diri yang tinggi juga anak yang bermotivasi tinggi untuk mencapai sesuatu.
3. Pujian dan memuji anak Anda. 
Mendapatkan pujian atau dipuji untuk melakukan tanggung jawabnya juga bisa menjadi sumber motivasi untuk anak Anda dan dapat meningkatkan harga diri anak.

4. Ajarkan anak Anda bahwa kegagalan adalah kenyataan. 
Anda dapat melakukan ini dengan membuka kepada anak Anda tentang pengalaman Anda sendiri dengan kegagalan. Jika Anda berbagi kegagalan dan kekecewaan anda dengan anak Anda, dia tidak hanya akan bersimpati dengan Anda, tapi juga belajar bahwa ternyata orang tuanya sendiri juga pernah mengalami kegagalan, hal ini akan membimbing dia untuk tetap belajar bahwa gagal adalah bagian dari kesuksesan.
5. Sisihkan waktu keluarga cukup.
Jika Anda adalah orang tua karir dan membuat waktu anda kebanyakan jauh dari anak-anak Anda, Anda harus tahu bahwa anak-anak akan merasa ditinggalkan. Salah satu cara mereka untuk mendapatkan perhatian dari anda adalah dengan cara malas belajar. Berikanlah waktu anda kepada mereka, maka besar kemungkinan mereka akan menyerah untuk melakukan hal bermalas-malasan.
Kemalasan pada anak bukan merupakan sifat bawaan. Ini adalah reaksi terhadap berbagai rangsangan dan faktor-faktor di lingkungan mereka. Sekarang bahwa Anda memiliki pemahaman yang lebih baik mengapa anak-anak menjadi malas, Anda dapat mencoba bekerja di luar saran yang dijelaskan dalam artikel ini untuk mengatasi malas belajar pada anak anda.
Sumber :

Rabu, 18 Juli 2012

standar kompetensi kemandirian peserta didik pada sekolah dasar

Dalam Permendiknas No. 23/2006 telah dirumuskan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang harus dicapai peserta didik, melalui proses pembelajaran berbagai mata pelajaran. Namun, sungguh sangat disesalkan dalam Permendiknas tersebut sama sekali tidak memuat Standar Kompetensi yang harus dicapai peserta didik melalui pelayanan Bimbingan dan Konseling. Oleh karena itu, Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) mengambil inisiatif untuk merumuskan Standar Kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik, mulai tingkat SD sampai dengan Perguruan Tinggi, dalam bentuk naskah akademik, untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan Depdiknas dalam menentukan kebijakan Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Indonesia.
Dalam konteks pembelajaran Standar Kompetensi ini disebut Standar Kompetensi Lulusan (SKL), sementara dalam konteks Bimbingan dan Konseling Standar Kompetensi ini dikenal dengan istilah Standar Kompetensi Kemandirian (SKK), yang di dalamnya mencakup sepuluh aspek perkembangan individu (SD dan SLTP) dan sebelas aspek perkembangan individu (SLTA dan PT). Kesebelas aspek perkembangan tersebut adalah: (1) Landasan hidup religius; (2) Landasan perilaku etis; (3) Kematangan emosi; (4) Kematangan intelektual; (5) Kesadaran tanggung jawab sosial; (6) Kesadaran gender; (7) Pengembangan diri; (8) Perilaku kewirausahaan (kemandirian perilaku ekonomis); (9) Wawasan dan kesiapan karier; (10) Kematangan hubungan dengan teman sebaya; dan (11) Kesiapan diri untuk menikah dan berkeluarga (hanya untuk SLTA dan PT). Masing-masing aspek perkembangan memiliki tiga dimensi tujuan, yaitu: (1) pengenalan/penyadaran (memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang aspek dan tugas perkembangan [standar kompetensi] yang harus dikuasai); (2) akomodasi (memperoleh pemaknaan dan internalisasi atas aspek dan tugas perkembangan [standar kompetensi] yang harus dikuasai) dan (3) tindakan (perilaku nyata dalam kehidupan sehari-hari dari aspek dan tugas perkembangan [standar kompetensi] yang harus dikuasai).
Aspek perkembangan dan beserta dimensinya tampaknya sudah disusun sedemikian rupa dengan mengikuti dan diselaraskan dengan prinsip-prinsip, kaidah-kaidah dan tugas-tugas perkembangan yang harus dicapai individu.
Berikut ini rumusan Standar Kompetensi Kemandirian Peserta Didik pada Sekolah Dasar
STANDAR KOMPETENSI KEMANDIRIAN (SKK) PESERTA DIDIK
PADA SEKOLAH DASAR
No
Aspek Perkembangan
Tataran/Internalisasi Tujuan
Pengenalan
Akomodasi
Tindakan
1
Landasan hidup religius
Mengenal bentuk-bentuk dan tata cara ibadah sehari-hari
Tertarik pada kegiatan ibadah sehari
Melakukan bentuk-bentuk ibadah sehari-hari
2
Landasan perilaku etis
Mengenal patokan baik-buruk atau benar salah dalam berperilaku
Menghargai aturan-aturan yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari
Mengikuti aturan yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari
3
Kematangan emosi
Mengenal perasaan diri sendiri dan orang lain
Memahami perasaan diri sendiri dan orang lain
Mengekspresikan perasaan secara wajar
4
Kematangan intelektual
Mengenal konsep-konsep dasar ilmu pengetahuan dan perilaku belajar
Menyenangi berbagai aktifitas perilaku belajar
Melibatkan diri dalam berbagai aktifitas perilaku belajar
5
Kesadaran tanggung jawab sosial
Mengenal hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam lingkungan kehidupan sehari-hari
Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam lingkungan kehidupan sehari-hari
Berinteraksi dengan orang lain dalam suasana persahabatan
6
Kesadaran gender
Mengenal diri sebagai laki-laki atau perempuan
Menerima atau menghargai diri sebagai laki-laki atau perempuan
Berperilaku sesuai dengan peran sebagai laki-laki atau perempuan
7
Pengembangan diri
Mengenal keadaan diri dalam lingkungan dekatnya
Menerima keadaan diri sebagai bagian dari lingkungan
Menampilkan perilaku sesuai dengan keberadaan diri dalam lingkungannya
8
Perilaku kewirausahaan (kemandirian perilaku ekonomis)
Mengenal perilaku hemat, ulet sungguh-sungguh dan konpetitif dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan dekatnya
Memahami perilaku hemat, ulet sungguh-sungguh dan konpetitif dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan dekatnya
Menampilkan perilaku hemat, ulet sungguh-sungguh dan konpetitif dalam kehidupan sehari-hari di lingkungannya
9
Wawasan dan kesiapan karier
Mengenal ragam pekerjaan dan aktivitas orang dalam kehidupan
Menghargai ragam pekerjaan dan aktivitas sebagai hal yang saling bergantung
Mengekspresikan ragam pekerjaan dan aktivitas orang dalam lingkungan kehidupan
10
Kematangan hubungan dengan teman sebaya
Mengenal norma-norma dalam berinteraksi dengan teman sebaya
Menghargai norma-norma yang dijunjung tinggi dalam menjalin persahabatan dengan teman sebaya
Menjalin persahabatan dengan teman sebaya atas dasar norma yang dijunjung tinggi bersama
Sumber :
Depdiknas.2007.Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal.Jakarta.

sekolah dasar


Sekolah Dasar
Untuk Sekolah Dasar, berdasarkan Lampiran Permendiknas RI No. 22 Tahun 2006 tentang Standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Kurikulum SD memuat 8 Mata Pelajaran, Muatan Lokal dan Pengembangan Diri.
Pengembangan Diri bertujuan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai kondisi sekolah.  Kegiatan Pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar dan pengembangan kirir peserta didik.
Hakikat Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar
M. Surya (1988:12) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian atau layanan bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan.
Bimbingan ialah penolong individu agar dapat mengenal dirinya dan supaya individu itu dapat mengenal serta dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi di dalam kehidupannya (Oemar Hamalik, 2000:193).
Bimbingan adalah suatu proses yang terus-menerus untuk membantu perkembangan individu dalam rangka mengembangkan kemampuannya secara maksimal untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya, baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat (Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang, 1990:11).
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik sebuah inti sari bahwa bimbingan merupakan suatu bentuk bantuan yang diberikan kepada individu agar dapat mengembangkan kemampuannya seoptimal mungkin, dan membantu siswa agar memahami dirinya (self understanding), menerima dirinya (self acceptance), mengarahkan dirinya (self direction), dan merealisasikan dirinya (self realization).
Konseling adalah proses pemberian yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien (Prayitno, 1997:106).
Konseling merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada seseorang supaya dia memperoleh konsep diri dan kepercayaan pada diri sendiri, untuk dimanfaatkan olehnya dan memperbaiki tingkah lakunya pada masa yang akan datang (Mungin Eddy Wibowo, 1986:39).
Dari pengertian tersebut, dapat dirangkum ciri-ciri pokok konseling, yaitu:
(1)    adanya bantuan dari seorang ahli,
(2)    proses pemberian bantuan dilakukan dengan wawancara konseling,
(3)    bantuan diberikan kepada individu yang mengalami masalah agar memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri dalam mengatasi masalah guna memperbaiki tingkah lakunya di masa yang akan datang.
Perlunya Bimbingan dan Konseling di SD jika ditinjau secara mendalam, setidaknya ada tiga hal utama yang melatar belakangi perlunya bimbingan yakni tinjauan secara umum, sosio kultural dan aspek psikologis.
Secara umum, latar belakang perlunya bimbingan berhubungan erat dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional, yaitu: meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut sudah barang tentu perlu mengintegrasikan seluruh komponen yang ada dalam pendidikan, salah satunya komponen bimbingan. Bila dicermati dari sudut sosio kultural, yang melatar belakangi perlunya proses bimbingan adalah adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat sehingga berdampak disetiap dimensi kehidupan. Hal tersebut semakin diperparah dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, sementara laju lapangan pekerjaan relatif menetap.
Menurut Tim MKDK IKIP Semarang (1990:5-9) ada lima hal yang melatarbelakangi perlunya layanan bimbingan di sekolah yakni:
(1)    masalah perkembangan individu,
(2)    masalah perbedaan individual,
(3)    masalah kebutuhan individu,
(4)    masalah penyesuaian diri dan kelainan tingkah laku, dan
(5)    masalah belajar
Fungsi Bimbingan dan Konseling di SD, Sugiyo dkk (1987:14) menyatakan bahwa ada tiga fungsi bimbingan dan konseling, yaitu:
a.    Fungsi penyaluran (distributif)
Fungsi penyaluran ialah fungsi bimbingan dalam membantu menyalurkan siswa-siswa dalam memilih program-program pendidikan yang ada di sekolah, memilih jurusan sekolah, memilih jenis sekolah lanjutan/sambungan ataupun lapangan kerja yang sesuai dengan bakat, minat, cita-cita dan ciri- ciri kepribadiannya. Di samping itu fungsi ini meliputi pula bantuan untuk memiliki kegiatan-kegiatan di sekolah antara lain membantu menempatkan anak dalam kelompok belajar, dan lain-lain.
b.    Fungsi penyesuaian (adjustif)
Fungsi penyesuaian ialah fungsi bimbingan dalam membantu siswa untuk memperoleh penyesuaian pribadi yang sehat. Dalam berbagai teknik bimbingan khususnya dalam teknik konseling, siswa dibantu menghadapi dan memecahkan masalah-masalah dan kesulitan-kesulitannya. Fungsi ini juga membantu siswa dalam usaha mengembangkan dirinya secara optimal.
c.    Fungsi adaptasi (adaptif)
Fungsi adaptasi ialah fungsi bimbingan dalam rangka membantu staf sekolah khususnya guru dalam mengadaptasikan program pengajaran dengan ciri khusus dan kebutuhan pribadi siswa-siswa. Dalam fungsi ini pembimbing menyampaikan data tentang ciri-ciri, kebutuhan minat dan kemampuan serta kesulitan-kesulitan siswa kepada guru. Dengan data ini guru berusaha untuk merencanakan pengalaman belajar bagi para siswanya. Sehingga para siswa memperoleh pengalaman belajar yang sesuai dengan bakat, cita-cita, kebutuhan dan minat (Sugiyo, 1987:14)
Prinsip-prinsip Bimbingan Konseling di SD.
Prinsip merupakan paduan hasil kegiatan teoretik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan (Prayitno,1997:219). Berikut ini prinsip-prinsip bimbingan konseling yang diramu dari sejumlah sumber, sebagai berikut:
a.    Sikap dan tingkah laku seseorang sebagai pencerminan dari segala kejiwaannya adalah unik dan khas. Keunikan ini memberikan ciri atau merupakan aspek kepribadian seseorang. Prinsip bimbingan adalah memperhatikan keunikan, sikap dan tingkah laku seseorang, dalam memberikan layanan perlu menggunakan cara-cara yang sesuai atau tepat.
b.    Tiap individu mempunyai perbedaan serta mempunyai berbagai kebutuhan. Oleh karenanya dalam memberikan bimbingan agar dapat efektif perlu memilih teknik-teknik yang sesuai dengan perbedaan dan berbagai kebutuhan individu.
c.    Bimbingan pada prinsipnya diarahkan pada suatu bantuan yang pada akhirnya orang yang dibantu mampu menghadapi dan mengatasi kesulitannya sendiri.
d.    Dalam suatu proses bimbingan orang yang dibimbing harus aktif , mempunyai banyak inisiatif. Sehingga proses bimbingan pada prinsipnya berpusat pada orang yang dibimbing.
e.    Prinsip referal atau pelimpahan dalam bimbingan perlu dilakukan. Ini terjadi apabila ternyata masalah yang timbul tidak dapat diselesaikan oleh sekolah (guru bimbingan). Untuk menangani masalah tersebut perlu diserahkan kepada petugas atau lembaga lain yang lebih ahli.
f.    Pada tahap awal dalam bimbingan pada prinsipnya dimulai dengan kegiatan identifikasi kebutuhan dan kesulitan-kesulitan yang dialami individu yang dibimbing.
g.    Proses bimbingan pada prinsipnya dilaksanakan secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan yang dibimbing serta kondisi lingkungan masyarakatnya.
h.    Program bimbingan dan konseling di sekolah harus sejalan dengan program pendidikan pada sekolah yang bersangkutan. Hal ini merupakan keharusan karena usaha bimbingan mempunyai peran untuk memperlancar jalannya proses pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan.
i.    Dalam pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah hendaklah dipimpin oleh seorang petugas/guru yang benar-benar memiliki keahlian dalam bidang bimbingan. Di samping itu ia mempunyai kesanggupan bekerja sama dengan petugas-petugas/guru lain yang terlibat.
j.    Program bimbingan dan konseling di sekolah hendaknya senantiasa diadakan penilaian secara teratur. Maksud penilaian ini untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan program bimbingan. Prinsip ini, sebagai tahap evaluasi dalam layanan bimbingan konseling nampaknya masih sering dilupakan. Padahal sebenarnya tahap evaluasi sangat penting artinya, di samping untuk menilai tingkat keberhasilan juga untuk menyempurnakan program dan pelaksanaan bimbingan dan konseling (Prayitno, 1997:219).
Kegiatan BK dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Berdasarkan Pedoman Kurikulum Berbasis Kompetensi bidang Bimbingan Konseling (2004) dinyatakan bahwa kerangka kerja layanan BK dikembangkan dalam suatu program BK yang dijabarkan dalam 4 (empat) kegiatan utama, yakni:
a.    Layanan dasar bimbingan
Layanan dasar bimbingan adalah bimbingan yang bertujuan untuk membantu seluruh siswa mengembangkan perilaku efektif dan keterampilan-keterampilan hidup yang mengacu pada tugas-tugas perkembangan siswa SD.
b.     Layanan responsif adalah layanan bimbingan yang bertujuan untuk membantu memenuhi kebutuhan yang dirasakan sangat penting oleh peserta didik saat ini. Layanan ini lebih bersifat preventif atau mungkin kuratif. Strategi yang digunakan adalah konseling individual, konseling kelompok, dan konsultasi.
Isi layanan responsif adalah:
(1)    bidang pendidikan;
(2)    bidang belajar;
(3)    bidang sosial;
(4)    bidang pribadi;
(5)    bidang karir;
(6)    bidang tata tertib SD;
(7)    bidang narkotika dan perjudian;
(8)    bidang perilaku sosial, dan
(9)    bidang kehidupan lainnya.
c.     Layanan perencanaan individual adalah layanan bimbingan yang membantu seluruh peserta didik dan mengimplementasikan rencana-rencana pendidikan, karir, dan kehidupan sosial dan pribadinya. Tujuan utama dari layanan ini untuk membantu siswa, memantau pertumbuhan dan memahami perkembangan sendiri.
d. Dukungan sistem, adalah kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan memantapkan, memelihara dan meningkatkan progam bimbingan secara menyeluruh. Hal itu dilaksanakan melalui pengembangan profesionalitas, hubungan masyarakat dan staf, konsultasi dengan guru, staf ahli/penasihat, masyarakat yang lebih luas, manajemen program, penelitian dan pengembangan (Thomas Ellis, 1990)
Kegiatan utama layanan dasar bimbingan yang responsif dan mengandung perencanaan individual serta memiliki dukungan sistem dalam implementasinya didukung oleh beberapa jenis layanan BK, yakni:
(1)    layanan pengumpulan data,
(2)    layanan informasi,
(3)    layanan penempatan,
(4)    layanan konseling,
(5)    layanan referal/melimpahkan ke pihak lain, dan
(6)    layanan penilaian dan tindak lanjut (Nurihsan, 2005:21).
Peran Guru Kelas dalam kegiatan BK di SD
Implementasi kegiatan BK dalam pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi sangat menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar. Oleh karena itu peranan guru kelas (bagi sekolah tanpa guru bimbingan) dalam pelaksanaan kegiatan BK sangat penting dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan.
Sardiman (2001:142) menyatakan bahwa ada sembilan peran guru dalam kegiatan BK, yaitu:
a.    Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
b.    Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.
c.    Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.
d.    Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
e.    Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
f.    Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
g.    Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar.
h.    Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
i.    Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.
SMP
Dalam Permendiknas No. 23/2006 telah dirumuskan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang harus dicapai peserta didik, melalui proses pembelajaran berbagai mata pelajaran. Namun, sungguh sangat disesalkan dalam Permendiknas tersebut sama sekali tidak memuat Standar Kompetensi yang harus dicapai peserta didik melalui pelayanan Bimbingan dan Konseling. Oleh karena itu, Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) mengambil inisiatif untuk merumuskan Standar Kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik, mulai tingkat SD sampai dengan Perguruan Tinggi, dalam bentuk naskah akademik, untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan Depdiknas dalam menentukan kebijakan Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Indonesia.
Dalam konteks pembelajaran Standar Kompetensi ini disebut Standar Kompetensi Lulusan (SKL), sementara dalam konteks Bimbingan dan Konseling Standar Kompetensi ini dikenal dengan istilah Standar Kompetensi Kemandirian (SKK), yang di dalamnya mencakup sepuluh aspek perkembangan individu (SD dan SLTP) dan sebelas aspek perkembangan individu (SLTA dan PT). Kesebelas aspek perkembangan tersebut adalah: (1) Landasan hidup religius; (2) Landasan perilaku etis; (3) Kematangan emosi; (4) Kematangan intelektual; (5) Kesadaran tanggung jawab sosial; (6) Kesadaran gender; (7) Pengembangan diri; (8 ) Perilaku kewirausahaan (kemandirian perilaku ekonomis); (9) Wawasan dan kesiapan karier; (10) Kematangan hubungan dengan teman sebaya; dan (11) Kesiapan diri untuk menikah dan berkeluarga (hanya untuk SLTA dan PT). Masing-masing aspek perkembangan memiliki tiga dimensi tujuan, yaitu:(1) pengenalan/penyadaran (memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang aspek dan tugas perkembangan [standar kompetensi] yang harus dikuasai); (2) akomodasi (memperoleh pemaknaan dan internalisasi atas aspek dan tugas perkembangan [standar kompetensi] yang harus dikuasai) dan (3) tindakan (perilaku nyata dalam kehidupan sehari-hari dari aspek dan tugas perkembangan [standar kompetensi] yang harus dikuasai).
Aspek perkembangan dan beserta dimensinya tampaknya sudah disusun sedemikian rupa dengan mengikuti dan diselaraskan dengan prinsip-prinsip, kaidah-kaidah dan tugas-tugas perkembangan yang harus dicapai individu.