Sekolah Dasar
Untuk Sekolah Dasar, berdasarkan Lampiran
Permendiknas RI No. 22 Tahun 2006 tentang Standar isi untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah, Kurikulum SD memuat 8 Mata Pelajaran, Muatan Lokal dan
Pengembangan Diri.
Pengembangan Diri bertujuan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan
minat setiap peserta didik sesuai kondisi sekolah. Kegiatan Pengembangan
diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan
masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar dan pengembangan kirir
peserta didik.
Hakikat Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar
M. Surya (1988:12) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian
atau layanan bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada
yang dibimbing agar tercapai perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri
dengan lingkungan.
Bimbingan ialah penolong individu agar dapat mengenal dirinya dan supaya
individu itu dapat mengenal serta dapat memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi di dalam kehidupannya (Oemar Hamalik, 2000:193).
Bimbingan adalah suatu proses yang terus-menerus untuk membantu perkembangan
individu dalam rangka mengembangkan kemampuannya secara maksimal untuk
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya, baik bagi dirinya maupun bagi
masyarakat (Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang, 1990:11).
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik sebuah inti sari bahwa bimbingan
merupakan suatu bentuk bantuan yang diberikan kepada individu agar dapat
mengembangkan kemampuannya seoptimal mungkin, dan membantu siswa agar memahami
dirinya (self understanding), menerima dirinya (self acceptance), mengarahkan
dirinya (self direction), dan merealisasikan dirinya (self realization).
Konseling adalah proses pemberian yang dilakukan melalui wawancara konseling
oleh seorang ahli kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah yang
bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien (Prayitno,
1997:106).
Konseling merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada seseorang supaya dia
memperoleh konsep diri dan kepercayaan pada diri sendiri, untuk dimanfaatkan
olehnya dan memperbaiki tingkah lakunya pada masa yang akan datang (Mungin Eddy
Wibowo, 1986:39).
Dari pengertian tersebut, dapat dirangkum ciri-ciri pokok konseling, yaitu:
(1) adanya bantuan dari seorang ahli,
(2) proses pemberian bantuan dilakukan dengan wawancara
konseling,
(3) bantuan diberikan kepada individu yang mengalami masalah
agar memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri dalam mengatasi masalah guna
memperbaiki tingkah lakunya di masa yang akan datang.
Perlunya Bimbingan dan Konseling di SD jika ditinjau secara mendalam,
setidaknya ada tiga hal utama yang melatar belakangi perlunya bimbingan yakni
tinjauan secara umum, sosio kultural dan aspek psikologis.
Secara umum, latar belakang perlunya bimbingan berhubungan erat dengan
pencapaian tujuan pendidikan nasional, yaitu: meningkatkan kualitas sumber daya
manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras,
tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani
dan rohani.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut sudah barang tentu perlu mengintegrasikan
seluruh komponen yang ada dalam pendidikan, salah satunya komponen bimbingan.
Bila dicermati dari sudut sosio kultural, yang melatar belakangi perlunya
proses bimbingan adalah adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
pesat sehingga berdampak disetiap dimensi kehidupan. Hal tersebut semakin
diperparah dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, sementara laju
lapangan pekerjaan relatif menetap.
Menurut Tim MKDK IKIP Semarang (1990:5-9) ada lima hal yang melatarbelakangi
perlunya layanan bimbingan di sekolah yakni:
(1) masalah perkembangan individu,
(2) masalah perbedaan individual,
(3) masalah kebutuhan individu,
(4) masalah penyesuaian diri dan kelainan tingkah laku, dan
(5) masalah belajar
Fungsi Bimbingan dan Konseling di SD, Sugiyo dkk (1987:14) menyatakan bahwa ada
tiga fungsi bimbingan dan konseling, yaitu:
a. Fungsi penyaluran (distributif)
Fungsi penyaluran ialah fungsi bimbingan dalam membantu menyalurkan siswa-siswa
dalam memilih program-program pendidikan yang ada di sekolah, memilih jurusan
sekolah, memilih jenis sekolah lanjutan/sambungan ataupun lapangan kerja yang
sesuai dengan bakat, minat, cita-cita dan ciri- ciri kepribadiannya. Di samping
itu fungsi ini meliputi pula bantuan untuk memiliki kegiatan-kegiatan di sekolah
antara lain membantu menempatkan anak dalam kelompok belajar, dan lain-lain.
b. Fungsi penyesuaian (adjustif)
Fungsi penyesuaian ialah fungsi bimbingan dalam membantu siswa untuk memperoleh
penyesuaian pribadi yang sehat. Dalam berbagai teknik bimbingan khususnya dalam
teknik konseling, siswa dibantu menghadapi dan memecahkan masalah-masalah dan
kesulitan-kesulitannya. Fungsi ini juga membantu siswa dalam usaha
mengembangkan dirinya secara optimal.
c. Fungsi adaptasi (adaptif)
Fungsi adaptasi ialah fungsi bimbingan dalam rangka membantu staf sekolah
khususnya guru dalam mengadaptasikan program pengajaran dengan ciri khusus dan
kebutuhan pribadi siswa-siswa. Dalam fungsi ini pembimbing menyampaikan data
tentang ciri-ciri, kebutuhan minat dan kemampuan serta kesulitan-kesulitan
siswa kepada guru. Dengan data ini guru berusaha untuk merencanakan pengalaman
belajar bagi para siswanya. Sehingga para siswa memperoleh pengalaman belajar
yang sesuai dengan bakat, cita-cita, kebutuhan dan minat (Sugiyo, 1987:14)
Prinsip-prinsip Bimbingan Konseling di SD.
Prinsip merupakan paduan hasil kegiatan teoretik dan telaah lapangan yang
digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan
(Prayitno,1997:219). Berikut ini prinsip-prinsip bimbingan konseling yang
diramu dari sejumlah sumber, sebagai berikut:
a. Sikap dan tingkah laku seseorang sebagai pencerminan dari
segala kejiwaannya adalah unik dan khas. Keunikan ini memberikan ciri atau
merupakan aspek kepribadian seseorang. Prinsip bimbingan adalah memperhatikan
keunikan, sikap dan tingkah laku seseorang, dalam memberikan layanan perlu
menggunakan cara-cara yang sesuai atau tepat.
b. Tiap individu mempunyai perbedaan serta mempunyai berbagai
kebutuhan. Oleh karenanya dalam memberikan bimbingan agar dapat efektif perlu
memilih teknik-teknik yang sesuai dengan perbedaan dan berbagai kebutuhan
individu.
c. Bimbingan pada prinsipnya diarahkan pada suatu bantuan
yang pada akhirnya orang yang dibantu mampu menghadapi dan mengatasi
kesulitannya sendiri.
d. Dalam suatu proses bimbingan orang yang dibimbing harus
aktif , mempunyai banyak inisiatif. Sehingga proses bimbingan pada prinsipnya
berpusat pada orang yang dibimbing.
e. Prinsip referal atau pelimpahan dalam bimbingan perlu
dilakukan. Ini terjadi apabila ternyata masalah yang timbul tidak dapat
diselesaikan oleh sekolah (guru bimbingan). Untuk menangani masalah tersebut
perlu diserahkan kepada petugas atau lembaga lain yang lebih ahli.
f. Pada tahap awal dalam bimbingan pada prinsipnya dimulai
dengan kegiatan identifikasi kebutuhan dan kesulitan-kesulitan yang dialami
individu yang dibimbing.
g. Proses bimbingan pada prinsipnya dilaksanakan secara
fleksibel sesuai dengan kebutuhan yang dibimbing serta kondisi lingkungan
masyarakatnya.
h. Program bimbingan dan konseling di sekolah harus sejalan
dengan program pendidikan pada sekolah yang bersangkutan. Hal ini merupakan
keharusan karena usaha bimbingan mempunyai peran untuk memperlancar jalannya
proses pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan.
i. Dalam pelaksanaan program bimbingan dan konseling di
sekolah hendaklah dipimpin oleh seorang petugas/guru yang benar-benar memiliki
keahlian dalam bidang bimbingan. Di samping itu ia mempunyai kesanggupan
bekerja sama dengan petugas-petugas/guru lain yang terlibat.
j. Program bimbingan dan konseling di sekolah hendaknya
senantiasa diadakan penilaian secara teratur. Maksud penilaian ini untuk
mengetahui tingkat keberhasilan dan manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan
program bimbingan. Prinsip ini, sebagai tahap evaluasi dalam layanan bimbingan
konseling nampaknya masih sering dilupakan. Padahal sebenarnya tahap evaluasi
sangat penting artinya, di samping untuk menilai tingkat keberhasilan juga
untuk menyempurnakan program dan pelaksanaan bimbingan dan konseling (Prayitno,
1997:219).
Kegiatan BK dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Berdasarkan Pedoman Kurikulum Berbasis Kompetensi bidang Bimbingan Konseling
(2004) dinyatakan bahwa kerangka kerja layanan BK dikembangkan dalam suatu
program BK yang dijabarkan dalam 4 (empat) kegiatan utama, yakni:
a. Layanan dasar bimbingan
Layanan dasar bimbingan adalah bimbingan yang bertujuan untuk membantu seluruh
siswa mengembangkan perilaku efektif dan keterampilan-keterampilan hidup yang
mengacu pada tugas-tugas perkembangan siswa SD.
b. Layanan responsif adalah
layanan bimbingan yang bertujuan untuk membantu memenuhi kebutuhan yang
dirasakan sangat penting oleh peserta didik saat ini. Layanan ini lebih
bersifat preventif atau mungkin kuratif. Strategi yang digunakan adalah
konseling individual, konseling kelompok, dan konsultasi.
Isi layanan responsif adalah:
(1) bidang pendidikan;
(2) bidang belajar;
(3) bidang sosial;
(4) bidang pribadi;
(5) bidang karir;
(6) bidang tata tertib SD;
(7) bidang narkotika dan perjudian;
(8) bidang perilaku sosial, dan
(9) bidang kehidupan lainnya.
c. Layanan perencanaan
individual adalah layanan bimbingan yang membantu seluruh peserta didik dan
mengimplementasikan rencana-rencana pendidikan, karir, dan kehidupan sosial dan
pribadinya. Tujuan utama dari layanan ini untuk membantu siswa, memantau
pertumbuhan dan memahami perkembangan sendiri.
d. Dukungan sistem, adalah kegiatan-kegiatan
manajemen yang bertujuan memantapkan, memelihara dan meningkatkan progam
bimbingan secara menyeluruh. Hal itu dilaksanakan melalui pengembangan
profesionalitas, hubungan masyarakat dan staf, konsultasi dengan guru, staf
ahli/penasihat, masyarakat yang lebih luas, manajemen program, penelitian dan
pengembangan (Thomas Ellis, 1990)
Kegiatan utama layanan dasar bimbingan yang
responsif dan mengandung perencanaan individual serta memiliki dukungan sistem
dalam implementasinya didukung oleh beberapa jenis layanan BK, yakni:
(1) layanan pengumpulan data,
(2) layanan informasi,
(3) layanan penempatan,
(4) layanan konseling,
(5) layanan referal/melimpahkan ke pihak lain, dan
(6) layanan penilaian dan tindak lanjut (Nurihsan, 2005:21).
Peran Guru Kelas dalam kegiatan BK di SD
Implementasi kegiatan BK dalam pelaksanaan
Kurikulum Berbasis Kompetensi sangat menentukan keberhasilan proses
belajar-mengajar. Oleh karena itu peranan guru kelas (bagi sekolah tanpa guru
bimbingan) dalam pelaksanaan kegiatan BK sangat penting dalam rangka
mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan.
Sardiman (2001:142) menyatakan bahwa ada sembilan
peran guru dalam kegiatan BK, yaitu:
a. Informator, guru diharapkan
sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan, dan
sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
b. Organisator, guru sebagai
pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.
c. Motivator, guru harus mampu
merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan
potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas)
sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.
d. Director, guru harus dapat
membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang
dicita-citakan.
e. Inisiator, guru sebagai
pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
f. Transmitter, guru bertindak
selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
g. Fasilitator, guru akan
memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar.
h. Mediator, guru sebagai
penengah dalam kegiatan belajar siswa.
i. Evaluator, guru mempunyai
otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah
laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau
tidak.
SMP
Dalam Permendiknas No. 23/2006 telah dirumuskan
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang harus dicapai peserta didik, melalui
proses pembelajaran berbagai mata pelajaran. Namun, sungguh sangat disesalkan
dalam Permendiknas tersebut sama sekali tidak memuat Standar Kompetensi yang
harus dicapai peserta didik melalui pelayanan Bimbingan dan Konseling. Oleh
karena itu, Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) mengambil
inisiatif untuk merumuskan Standar Kompetensi yang harus dicapai oleh peserta
didik, mulai tingkat SD sampai dengan Perguruan Tinggi, dalam bentuk naskah
akademik, untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan Depdiknas dalam menentukan
kebijakan Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Indonesia.
Dalam konteks pembelajaran Standar Kompetensi ini
disebut Standar Kompetensi Lulusan (SKL), sementara dalam konteks Bimbingan dan
Konseling Standar Kompetensi ini dikenal dengan istilah Standar Kompetensi
Kemandirian (SKK), yang di dalamnya mencakup sepuluh aspek perkembangan individu
(SD dan SLTP) dan sebelas aspek perkembangan individu (SLTA dan PT). Kesebelas
aspek perkembangan tersebut adalah: (1) Landasan hidup religius; (2) Landasan
perilaku etis; (3) Kematangan emosi; (4) Kematangan intelektual; (5) Kesadaran
tanggung jawab sosial; (6) Kesadaran gender; (7) Pengembangan diri; (8 )
Perilaku kewirausahaan (kemandirian perilaku ekonomis); (9) Wawasan dan
kesiapan karier; (10) Kematangan hubungan dengan teman sebaya; dan (11)
Kesiapan diri untuk menikah dan berkeluarga (hanya untuk SLTA dan PT).
Masing-masing aspek perkembangan memiliki tiga dimensi tujuan, yaitu:(1)
pengenalan/penyadaran (memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang aspek dan
tugas perkembangan [standar kompetensi] yang harus dikuasai); (2) akomodasi
(memperoleh pemaknaan dan internalisasi atas aspek dan tugas perkembangan
[standar kompetensi] yang harus dikuasai) dan (3) tindakan (perilaku nyata
dalam kehidupan sehari-hari dari aspek dan tugas perkembangan [standar
kompetensi] yang harus dikuasai).
Aspek perkembangan dan beserta dimensinya
tampaknya sudah disusun sedemikian rupa dengan mengikuti dan diselaraskan
dengan prinsip-prinsip, kaidah-kaidah dan tugas-tugas perkembangan yang harus
dicapai individu.